Romawi
A.
Sejarah Kota Roma
Kota Roma berdiri sekitar abad ke-8 SM yang
diprakarsai oleh seorang pemimpin bernama Romulus. Berdasarkan legenda, sebelum
berdirinya kota Roma, rakyat setempat percaya bahwa kota yang hendak mereka
dirikan adalah kota abadi dan akan menjadi kota yang peradabannya berkembang
secara pesat. Seiring berjalannya waktu, kota Roma berkembang pesat bahkan kota tersebut menjadi
pusat bertemunya saudagar-saudagar dari suku-suku bangsa yang ada di Italia[1].
Pada mulanya Orang-orang Latin tunduk di bawah
kekuasaan Orang Etruriyin, tetapi sejak tahun 510 SM Orang-orang Latin
menggulingkan raja yang berasal dari Orang-orang Etruriyin tersebut dan
mengambil alih kota Roma. Sejak saat itu orang-orang Latin terkenal dengan
sebutan “Orang-orang Romawi”. Bentuk pemerintahannya adalah “Republik Romawi”, yaitu suatu negara dengan
bentuk pemerintahan aristokratis yang dipimpin oleh dua kaum bangsawan dan
terdapat sebuah majelis dewan yang disebut dengan “Dewan Senat”. Kaum Proletar
tidak setuju dengan bentuk pemerintahan aristokratis, sehingga terjadi
pertentangan antara kaum Proletar dengan pemerintah yang kemudian dimenangkan
oleh kaum Proletar. Kaum Proletar memperoleh beberapa hal yang mereka tuntut.
Kekuasaan Republik Romawi meliputi seluruh negara di Italia dan kemudian
berkembang ke negara-negara sekitar, seperti Kartago yang dapat ditundukkan
dengan perang Punik pada 264-146 M, Macedonia dan Asia Minor pun berhasil
dikuasai. Selain itu, Mesir juga tunduk di bawah kekuasaan mereka [2].
Persaingan partai juga terjadi di Republik
Roma yang berlangsung gawat dan menyebabkan kaum proletar dengan senat
berpisah. Perebutan kekuasaaan antara Julius Caesar dan Pempey, yang keduanya
merupakan panglima Romawi. Pertarungan bersenjata dimenangkan oleh Julius
Caesar yang kemudian disusul dengan kematian Pempey di Mesir pada tahun 48
SM karena dibunuh oleh J. Caesar[3]. Setelah Julius Caesar
memenangkan pertarungan, Ia kembali ke Roma dan membangun Roma dengan cara
melakukan perbaikan-perbaikan dan perubahan dalam berbagai bidang, seperti
bidang keamanan, sosial, politik, dan ekonomi. Beberapa Pejabat Roma curiga kepadanya, Mereka
mengira bahwa Julius Caesar akan mengubah
Republik Romawi dengan pemerintahan yang bersifat kediktatoran[4]. Pada tahun 44 SM Julius Caesar dibunuh oleh Brutus dan menimbulkan perlawanan antara Tritunggal yang terdiri dari Antonius, Octavius,
dan Rapidus (tritunggal) melakukan misi balas dendam terhadap Brutus yang
terjadi di Philippes. Dalam pertempuran ini, kemenangan berpihak kepada pembela
Julius Caesar dan tentara Republiken kalah. Karenanya, Brutus bunuh diri pada
tahun 42 SM [5].
Salah satu pendukung setia dari kaum
Republiken adalah Cleopatra ratu Mesir pada masa Kerajaan Bathalisah yang pada
masa sebelumnya juga pernah memiliki skandal percintaan dengan Caesar[6]. Antonius bermaksud
menyerang Cleopatra, namun ia justru jatuh cinta pada Cleopatra dan hal ini
menjadikan Octavius dan rakyat Romawi marah pada Antonius. Pada tahun 31
SM Dewan Senat mengadakan penyerangan
terhadap Cleopatra yang terjadi di Actium hingga pada akhirnya dimenangkan oleh
dewan Senat, disusul dengan kematian Antonius dan kekasihnya[7]
B.
Berdirinya Kekaisaran Romawi
Pecahnya tritunggal yang diakibatkan oleh
meninggalnya Antonius dan mundurnya Repidus dari tritunggal menjadikan Octavius
sebagai pemegang tunggal kekuasaan kota yang memerintah dengan baik. Pada tahun
30 SM , bentuk pemerintahan Republik Romawi diubah menjadi Kemaharajaan
(Kekaisaran) dan ia menjabat sebagai Kaisar Romawi pertama dan mendapat gelar
“Augustus” dari Dewan Senat. Pusat pemerintahan Kekaisaran Romawi berada di
kota Roma [8].
Ketika memerintah Kekaisaran Romawi, Kaisar
Agustus melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, antara lain
memperbaiki budi pekerti rakyat dan para pemimpin serta dihapusnya
aturan-aturan yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat pada masa itu.
Pemungutan pajak yang adil juga merupakan ide dari Kaisar Augustus yang
dilakukan dengan cara uang pajak yang dipungut dari suatu daerah lalu dikirim
lagi ke daerah tersebut untuk membangun daerah tersebut[9]. Para Ilmuwan, penyair,
dan ahli sastra juga lahir pada masa Augustus. Mereka belajar kepada orang
Romawi. Selain itu rang-orang Romawi juga mahir dalam bidang politik,
administrasi negara, dan hukum[10].
Demi keamanan dan pertahanan wilayah
kekuasaaan Romawi, Augustus membangun balatentara yang terdiri dari sekitar
400.000 orang, namun Orang-orang Barbar yang menempati daerah si Utara Sungai
adalah musuh terberat dari Kekaisaran Romawi yang susah untuk dilenyapkan[11]. Augustus meninggal pada
tahun 14 Masehi ketika ia berusia 79 tahun. Augustus adalah pemimpin yang
paling disukai oleh rakyatnya, karena berkat ia orang-orang Romawi hidupnya
penuh dengan kebahagiaan. Gelar kekaisaran digantikan oleh keluargnya, yaitu
Tiberus (14-37 M), lalu digantikan oleh Caligula (37-41 M), Claudius (41-45),
Nero (54-68 M), Vespasianus (69-79 M)[12].
Ketika Romawi dipimpin oleh Vespanius dan
Kaisar-kaisar sebelumnya, keadaan Romawi semakin kacau, sehingga Kekaisaran
dikendalikan oleh Titus (79-81 M),
Trajanus (98-117 M), Hadrianus (117-138 M). Pada masa pemerintahan Hadrianus,
keadaan Romawi menjadi stabil dan aman. Untuk melindungi dari serangan Suku
Barbar ia membangun “Tembok Hadrianus” di bagian utara
Inggris. Hadrianus juga menghancurkan kota Jerusalem yang menyebabkan
orang-orang Yahudi menyebar ke Negara-negara di seluruh dunia[13].
Pada tahun 161 Masehi, Kekaisaran Romawi
diperintah Marcus Aurelius yang lebih dikenal sebagai filsuf. Suku Barbar yang merupakan penduduk asli wilayah Afrika Utara di sebelah barat lembah sungai
Nil telah lama melakukan serangan Romawi. Pada masa pemerintahannya, suku Barbar tetap menyerang
Romawi sehingga menyebabkan Aurelius kewalahan menghadapi mereka. Hal itulah
yang menyebabkan bangsa Barbar diizinkan untuk bermukim di Romawi dan
penyerbuan mereka semakin ketat[14].
C.
Runtuhnya Kekaisaran Romawi
Pada tahun 180 M terjadi pemberontakan di
kalangan Angkatan Bersenjata yang dikenal dengan “Masa kacau dalam ketentaraan”
yang berlangsung selama 107 tahun. Hal ini dikarenakan Aurelius lebih fokus
terhadap bidang filsafatnya daripada memperhatikan nasib negaranya. Sehingga
Angkatan Bersenjata ikut campur dalam pemilihan Kaisar sesudah Aurelius yang
menyebabkan perpecahan di antara mereka yang juga mengakibatkan lemahnya
pertahanan negara[15]. Kelangsungan hidup
rakyat Romawi semakin terancam dengan adanya kerusuhan yang terjadi pada saat
itu.
Gaya hidup para Kaisar dan para Pembesar
Romawi serba mewah dan menimbulkan kemiskinan negara. Mereka merampas harta
rakyatnya dengan cara memungut pajak dalam jumlah yang besar. Sementara rakyat
hidup dengan kemiskinan dan penderitaan. Selain itu, perhatian pemerintah
terhadap rakyat dan negerinya kurang sehingga wibawa Pemerintah di mata
rakyatnya hilang. Tidak sedikit daerah-daerah yang jauh dari Pemerintah Pusat
mengalami keretakan dan kemudian munculah ide untuk mengangkat 2 orang Kaisar
yang memimpin negara bagian Barat dan Timur agar bisa diawasi dengan lebih
mudah. Negara bagian Barat dipimpin oleh Marximianus yang berpusat di Milan,
sedangkan negara bagian Timur beribu kota di Byzantium dan dipimpin oleh
Diocletianus. Walaupun demikian, mereka belum bisa lepas dari serangan suku
Barbar yang sudah lama menjadi musuh mereka. Ketika Diocletianus meninggal
dunia dan digantikan oleh Constantinus I, Romawi mengalami perbaikan-perbaikan
yang signifikan. Constantinus meninggal dunia pada tahun 337 M dan keadaan
Romawi menjadi lemah kembali[16].
Sulitnya
mengatur negara yang begitu luas, dalam rangka melakukan perbaikan, maka 65
tahun setelah meninggalnya Kaisar Romawi yang terakhir yaitu Theodocius I,
Romawi pecah menjadi dua Kekaisaran, yaitu Kekaisaran Romawi Barat (Roma)
dengan Kaisar pertama Honorius dan Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) yang
dipimpin oleh Arcadius. Dengan demikian, berakhirlah riwayat Kekaisaran Romawi
yang sudah berdiri selama 425 tahun. Kekaisaran Romawi kini terkenal dengan
nama “Kemaharajaan Romawi Lama (kuno)” [17].
Pada tahun 476 M
Kekaisaran Romawi Barat berakhir setelah berdiri sekitar 81 tahun lamanya. Hal
ini disebabkan oleh Suku Barbar yang menjadikan Romawi Barat sebagai boneka bagi Suku Barbar. Seluruh harta kekayaan Roma
dirampas oleh suku Barbar. Runtuhnya
Kekaisaran Romawi Barat menyebabkan tumbuhnya Kerajaan-kerajaan dari Suku
Barbar yang menjadi awal sejarah dari Kerajaan-kerajaan di Eropa saat ini[18] .
D.
Berdirinya Kekaisaran Romawi Timur
Kekaisaran Romawi Timur beribu kota di
Byzantium. Kaisar pertamanya adalah Arcadius. Di antara Kaisar-kaisar Romawi
Timur terdapat nama Justinian I (527-565 M), Ia adalah pengganti Justin I
(518-527 M). Justinian I terkenal karena Ia mampu mengembalikan kewibaan negara
dengan bantuan kedua panglimanya. Gereja Hegla Sophia (Aya Sophia) adalah salah
satu bangunan megah yang didirikan oleh Kaisar Justinian I. Ia juga berperan
aktif dalam penyebaran agama Masehi dan menegakkan keadilan ke seluruh pelosok
Romawi Timur. Agama Masehi merupakan agama resmi Romawi yang sebelumnya
ditentang oleh orang Romawi. Rakyat Romawi menganut agama Watsani sebelum
menganut agama Masehi[19].
Justinian I menghimpun hukum-hukum dan
undang-undang Romawi yang sebelumnya pernah dipakai, dan menulisnya secara
sistematis dalam kitab Undang-undang dan Tri banian sebagai ketua dalam
kepanitiaan ini. Kitab-kitab yang dihsilkan dari penghimpunan tersebut, yaitu: Ikhtisar
Besar, Ikhtisar Pelajaran Hukum, Undang-undang Romawi, dan Kumpulan
Undang-undang atau Ketentuan-ketentuan Baru. berkat karya-karyanya,
Justinian I mendapat julukan “Pembina Hukum Yang Agung” dari para ahli sejarah.
Justinian I meninggal pada tahun 565 M[20].
Sepeninggal Justinian I, Kekaisaran digantikan
oleh Justin II yang memerintah hingga tahun 578 M. Di awal pemerintahannya,
Justinian I berhasil menghadapi bangsa Persia. Untuk sementara Romawi aman dari
serangan Persia, karena Kaisar Justin II telah mengadakan persetujuan
pertahanan dengan musuh Persia, bangsa Turki yang bermukim di sekitar Laut
Kaspi [21]. Oleh karena itu, untuk
sementara itu Romawi aman dari serangan Suku Barbar yang merupakan penduduk
asli wilayah Afrika Utara.
E.
Konflik Romawi Timur dengan Persia
Permusuhan antara Romawi dan Persia terjadi
pada tahun 53 SM pada masa Pompey Agung yang pada saat itu menjadi Panglima
Republik Romawi. Tujuan dari permusuhan ini untuk merebut kekuasaan
negeri-negeri Suriah, Cilicia, Armenia, dan lain-lain. Pertikaian kedua banga
ini semakin panas ketika Kerajaan Persia melakukan balas dendam atas
terbunuhnya Kaisar Maurice (Kaisar Romawi) dikarenakan Rakyat Romawi tidak
setuju putri Maurice menikah dengan Kisra Eparwiz, Raja Kerajaan Persia.
Pembunuhan ini dilakukan oleh Phocas yang kemudian menggantikan Kaisar Maurice
sebagai Kaisar Romawi. Romawi tetap diserang oleh bangsa Persia, kemudian pada
tahun 610 M Heraclius (Jenderal Romawi di Afrika) mengirim puteranya, Heraclius
de Konstantinopel untuk menggulingkan Phocas dan berhasil merebut kekuasaannya,
maka diangkatlah Ia menjadi Kaisar dengan nama Heraclius [22].
Tanah jajahan Romawi Timur di Suriah dan
Palestina berhasil direbut oleh bangsa Persia sebagai lanjutan dari serangan
Kisra persia (611-615 M). Selain itu, Gereja-gereja Romawi dibakar, Palang
Salib juga dirampas dan dilarikan ke Persia yang menyebabkan bangsa Romawi malu
dan menjadi sangat lemah[23]. Kaum Musyrikin sangatlah
bahagia mengetahui bahwa Persia menang atas Romawi. Hal ini tentu membuat orang-orang muslim
merasa tidak senang dan mereka yakin bahwa suatu saat Romawi pasti akan
memenangkan peperangan dengan Persia[24]. Setelah terjadi
peristiwa tersebut, Allah menurunkan firman-firmanNya[25].
Untuk menghilangkan rasa malu rakyat Romawi,
Heraclius bangkit dengan menyiapkan balatentara untuk melakukan serangan dengan tekad yang bulat, hingga pada tahun
624 M Suriah dan Palestina bisa kembali menjadi kekuasaan Romawi. sebagai balas
dendam, bangsa Romawi berhasil memadamkan Api yang biasa dipuja oleh rakyat Persia.
Peristiwa ini bertepatan dengan perang Badar di Makkah, sehingga kegembiraan
kaum muslimin berlipat ganda[26]. Dengan demikian, maka
berakhirlah permusuhan antara bangsa Romawi dan Persia dengan mengadakan
Perjanjian Perdamaian dan mengembalikan para Tawanan dari Romawi dan Palang
Salib yang dirampas oleh Persia[27].
F.
Suriah dan Mesir di Bawah Kekaisaran Romawi
Timur
Istilah “Suriah/Syam” meliputi negeri Suriah
dan Palestina yang sejak zaman Republik Romawi sudah menjadi daerah
kekuasaannya, dan jatuh di tangan Romawi Timur pada tahun 395 M. Setelah Suriah
dikuasai oleh Romawi Timur, seluruh kekayaan alamnya hanya dinikmati oleh
Orang-orang Romawi, sehingga rakyat Suriah hidup dalam kesengsaraan,
kemiskinan, penderitaan dan hidup dalam penindasan. Kehidupan mewah
Kaisar-kaisar dan para Pembesar Romawi mengakibatkan beban keuangan negara amat
berat dan rakyat harus membayar pajak untuk menutup kebutuhan-kebutuhan negara
termasuk di dalamnya untuk membiayai perang[28].
Perbedaan madzhab keagamaan yang dianut oleh
rakyat Suriah dengan Romawi Timur, menjadikan rakyat Suriah ditindas dan tidak
mempunyai hak dalam ketentaraan, pemerintahan, dan harta benda. Negara Romawi
Timur tidak mengizinkan rakyatnya untuk menganut mazhab yang berbeda. Hingga
pada akhirnya rakyat Suriah merasa iri dan ingin seperti negeri tetangga yang
hidup dalam ketenteraman, keadilan, kasih sayang pemimpinnya, yaitu Nabi
Muhammad saw[29].
Rakyat Mesir juga merasakan hal yang sama
dengan rakyat Suriah. Pergolakan antara Mesir dengan Roma sudah dimulai sejak
zaman Romawi Lama, yaitu antara ratu Cleopatra dengan tritunggal[30]. Negeri Mesir menjadi
kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur sejak tahun 395 M. Hasil “ladang gandum” dan
“sapi perah” negeri Mesir hanya dinikmati oleh para pembesar Romawi dan membuat
rakyat Mesir menderita. Rakyat hidup dalam kemiskinan, penderitaan, dan
kekacauan[31].
G.
Suriah dan Mesir di Tangan Kaum Muslimin
Ketika Romawi mendapatkan kembali negeri
Suriah, Heraclius menunaikan nazarnya berjalan kaki menuju Jerusalem. Di
Jerusalem (628 M), Ia mendapat surat dari Nabi Muhammad saw yang dititipkan
kepada Dahyah bin Khalifah al-Kalbi. Surat tersebut berisi ajakan Nabi Muhammad
saw kepada Heraclius untuk memeluk Agama Islam agar rakyat Romawi mengikutinya
dan Islam menyebar di tanah Romawi dengan mudah. Kaisar Heraclius menolak
ajakan tersebut karena khawatir mahkota Kekaisarannya akan terguling. Sebelum
mendapatkan surat dari Nabi Muhammad, Heraclius telah meneliti dan mempercayai
kebenaran kebenaran dakwah Nabi Muhammad saw[32].
Peperangan-peperangan antara kaum Muslimin
dengan Romawi untuk merebut kekuasaan wilayah Suriah dimulai sejak tahun 629 M.
Para Saudagar dan Musafir Muslim yang hendak menuju Suriah ditawan dan dibunuh
oleh orang-orang Romawi. Pada Perang Tabuk yang dipimpin oleh Nabi Muhammad
saw, pasukan muslimin mendapatkan kemenangan. Setiap hendak melakukan perang,
Nabi Muhammad selalu memberikan nasihat kepada Pasukannya. Setelah Nabi
Muhammad wafat, kepemimpinan kaum muslimin digantikan oleh Abu Bakar. Abu Bakar
menyerukan jihad fii sabilillah salah satunya dengan melakukan serangan
terhadap Romawi di Suriah dengan strategi kuat yang dibantu oleh 24.000 pasukan
tentara kaum Muslimim untuk melawan 24.000 tentara Romawi[33].
Pasukan kaum Muslimin tidak menemui kesulitan
dalam perlawanan yang ketat dari Romawi hingga ke pedalaman Suriah. Hal ini
tentu menyebabkan Heraclius takut, lalu Ia menyuruh pasukannya untuk berdamai
dengan kaum Muslimin, akan tetapi pasukannya menolak. Peralawanan selanjutnya
dipimpin oleh Theodore, saudara Heraclius. Theodore meminta agar pasukan Romawi
menyerang masing-masing pasukan kaum Muslimin yang terbagi menjadi 4 pasukan,
akan tetapi usaha tersebut tidak berhasil. Akhirnya, kaum Muslimin berkumpul
menjadi satu hingga sampailah mereka di negeri “Yarmuk” di bawah pimpinan
Khalid Ibnul Walid[34].
Kaum Muslimin menyusun strategi perang untuk
menghadapi Romawi. Kaum Muslimin membelah antara Pasukan berkuda dengan pasukan
berjalan kaki. Khalid memukul pasukan berkuda. Pedang, panah, lembing menjadi
senjata untuk menyerang pasukan berjalan kaki. Pasukan Romawi tidak kuat dengan
serangan kaum muslimin dan akhirnya melarikan diri tanpa tujuan yang jelas
hingga pada akhirnya mereka terperangkap ke dalam jurang Al-Waqushah. Dengan
demikian, Romawi kalah atas kaum Muslimin sehingga negeri Suriah menjadi
kekuasaan kaum Muslimin. Cita-cita rakyat Suriah tercapai untuk mendapatkan
perilaku yang adil dari pemimpinnya, Umar bin Khattab pengganti Abu Bakar[35]. Perang Yarmuk yang
terjadi pada tahun 634 M (13 H) ini dicatat sebagai perang terbuka pertama yang
terbesar yang dilakukan oleh pihak Islam dengan Romawi[36].
Ketika Suriah belum jatuh ke tangan kaum
Muslimin, Panglima ‘Amr ibn ‘Ash mendapat izin dari Khalifah Umar bin Khattab
untuk menaklukan Mesir[37]. Kaum Muslimin yang terdiri
dari 12.000 bala tentara mampu melawan pasukan Romawi yang terdiri dari 20.000
tentara. Pada pertempuran selanjutnya, Tentara Romawi berlindung di Benteng
Babilyun dan kemudian dikepung oleh kaum Muslimin, hingga pada akhirnya mereka
meminta damai dengan kaum Muslimin. Kaum Muslimin menyetujui perdamaian
tersebut asal kaum Romawi bersedia untuk masuk Islam, jika tidak mau masuk
Islam membayat jizyah, jika tidak mau membayar jizyah, maka perang kembali[38].
Syarat dari kaum Muslimin ditolak oleh kaum Romawi
setelah meminta pendapat dari Kaisar Heraclius di Konstantinopel. Kaum Muslimin
tetap mengepung benteng Babilyun hingga Heraclius meninggal dunia. Akhirnya
kaum Muslimin berhasil menaklukan benteng Babilyun dan bala tentara Romawi dan
orang-orang Qibthi yang berada di dalamnya keluar. Penyerangan dilanjutkan ke
Iskandariah, Muqauqis selaku Panglima perang romawi kembali ke Mesir untuk
mengadakan perdamaian dengan ‘Amr Ibn ‘Ash. Dengan demikian pada tahun 641 M
(21 H) Mesir berhasil menjadi wilayah kekuasaan kaum Muslimin setelah beberapa
lama menjadi bawahan Romawi. Kaum Muslimin dengan mudah menaklukan
daerah-daerah di Suriah dan Mesir atas bantuan Allah swt[39].
H.
Peninggalan-peninggalan Kekaisaran Romawi
Banyak peninggalan besar yang berasal dari peradaban
Romawi yang hingga kini masih ada, seperti: bidang ilmu pengetahuan, bidang
agama, bidang teknik banguan, seni patung
dan lain-lain. Dalam bidang ilmu pengetahuan, orang Romawi telah
mempercayai bahwa bentuk bumi itu bulat. Para ahli bedah juga berhasil
mencipatakan alat operasi seperti Gunting. Cara membuat pondasi dari campuran
pasir, kapur, dan air juga merupakan warisan orang Romawi dari segi bidang
teknik bangunan[40].
Orang Romawi senang membuat bangunan yang
besar-besar dan megah. Colloseum merupakan salah satu bangunan yang sangat
mengagumkan untuk rakyat Romawi. Stadion yang mampu menampung 4000 orang ini
merupakan hasil karya orang Romawi dengan ciri khas arsitektur garis-garis
lengkung dan berbentuk bundar. Sampai saat ini peninggalan tersebut masih tetap
ada dan menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunnia[41]. Selain Colloseum masih
banyak hasil karya orang-orang Romawi yang berupa bangunan-bangunan besar.
Pada umumnya, orang Romawi membuat patung
bergaya realisme yang diwarisi dari kebudayaan Yunani (Hellenistik). Mereka
membuat patung untuk menyebarkan jabar mengenai keberhasilan kepemimpinan.
Patung-patung para Kaisar diletakkan di tempat-tempat umum, baik yang berbentuk
utuh satu badan maupun setengah badan. Sebelum agama Kristen datang, rakyat
Romawi memuja Dewa yang merupakan kebiasaan dari Yunani. Mereka hanya mengubah
nama-nama Dewa Yunani dengan nama Romawi, misalnya Zeus menjadi Yupiter. Sejak
masa Kekaisaran kepercayaan terhadap dewa digantikan oleh agama kristen yang
mulai berkembang di Romawi[42].
Daftar Pustaka
Hinson, David F. Sejarah Israel Pada Zaman
AlKitab, Jakarta: Gunung Mulia, 2004.
J, Sumardianta, dkk. Sejarah SMA/MA X, Jakarta:
Grasindo, 1985.
Misrawi, Zuhairi. Al-Azhar Menara Ilmu, Reformasi, dan
Kiblat Keulamaan, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010.
Moenawar, K. H. Kelengkapan Tarikh Nabi
Muhammad Jilid. 4 , Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Murad, Dr. Musthafa . Kisah Hidup Umar ibn
Khattab, Jakarta: Zaman, 2009.
Yahya , Mukhtar, Prof. Dr. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran_Romawi diunduh pada hari Kamis, 16 Februari 2012, jam 20.56 WIB
http://kajiantimurtengah.wordpress.com/2010/12/06/bangsa-barbar/ diunduh pada hari Senin, 30 April 2012, jam 15.30 WIB
[1] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 442.
[2] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 443.
[3] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah
sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 444.
[4] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 444.
[5] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 444.
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran_Romawi diunduh pada hari Kamis, 16 Februari 2012, jam
20.56
[7] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 444.
[8] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah
sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 445.
[9] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 446.
[10] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
446-447.
[11] http://kajiantimurtengah.wordpress.com/2010/12/06/bangsa-barbar/ diunduh pada hari Senin, 30 April 2012, jam 15.30 WIB.
[13] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 450.
[14] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan
Kekuasaan di Timur Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1985, hlm. 451.
[15] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 450.
[16] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
452-453.
[17] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
456-458.
[18] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 458-459.
[19] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
470-473.
[20] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
473-474.
[21] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 474.
[22] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 486.
[23] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah
sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 486.
[26] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
487-488.
[28] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
489-492.
[29] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 493.
[30] Zuhairi Misrawi, Al-Azhar Menara Ilmu, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan, Jakarta:
Kompas Media Nusantara, 2010, hlm. 73
[31] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 505.
[32] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
475-476.
[33]. K. H. Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid. 4 ,
Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm.
184.
[34] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 497.
[35] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
501-503.
[38] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 507.
[39] Prof. Dr Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.
507-509.
Komentar
Posting Komentar