Langsung ke konten utama

Sejuta Warna Cinta

Ketika cinta bersaksi atas dua insan yang saling membangun cinta, beragam warna dan cerita menghiasi lembar hidup keduanya.

Saat hari pertama aku bersamanya, dia genggam erat jemariku, dia tatap lekat kedua mataku, tanpa kata, tanpa seikat bunga juga tanpa puisi. Itulah ekpresi cintanya kepadaku, dia yang telah memilihku, ekspresi sederhana, bahkan bagi sebagian orang mungkin tiada makna, namun bagiku itu istimewa, karena seperti itulah dia.

Saat hari pertama aku bersamanya, dia berikan aku setangkai bunga, sebait puisi yang dia ciptakan sendiri, tak lupa lantunan sebuah lagu nan romantis dia hadiahkan sebagai pelengkap ekspresi cintanya. Jangan tanya bagaimana perasaanku, Aku sangat bahagia, bahkan aku ingin dia melakukannya setiap hari untukku, seperti itulah dia yang telah memilihku, dia istimewa.

Saat hari pertama aku bersamanya, dia sangat pemalu, bahasa tubuhnya kaku, senyum pun jarang terhias dari bibirnya. Tapi diam-diam dia memperhatikanku. Meskipun aku berharap dia merengkuh pundakku dan membisikkan seuntai puisi di telingaku, namun seperti itu saja sudah cukup bahagia buatku, itulah dia yang memilihku, dia istimewa.

Saat hari pertama aku bersamanya, dia terlihat salah tingkah, dia kadang menggandeng tanganku, merengkuh pundakku, membisikkan sesuatu di telingaku, bahkan dia juga mencubit pipiku. Aku sebenarnya malu, tingkah laku kami disaksikan banyak orang yang datang waktu itu. Aku hanya terdiam saja, hanya rona merah wajaku yang terlihat. Itulah dia, dia yang telah memilihku, dia istimewa.

Saat hari pertama aku bersamanya, dia menyediakan beragam makanan di belakang tempat duduk kami. Di kala senggang dia menyempatkan diri untuk menyuapiku, dan dia memohon dengan sangat agar aku bersedia membuka mulutku. Entah sudah berapa jenis makanan yang aku rasakan, tetap saja dia terus menyuapiku. Itulah dia, dia yang memilihku, dia istimewa.

Saat hari pertama aku bersamanya, beberapa kali cincin pemberiannya terjatuh saat dia berusaha memasukkannya di jemariku. Aku lihat tangannya bergetar dan keringatnya berkucuran. Akhirnya cincin itu berhasil menghiasi jemariku, setelah dibantu ibunya, tapi aku tetap bahagia, itulah dia yang memilihku, dia istimewa.


Apa pun ekpresinya di hari pertama saat bersamaku, semuanya sangat indah dan membahagiakan. Aku jadi tahu siapa dirinya dan bagaimana ekpresi cintanya di hari pertama bersamaku. Aku takkan bisa melupakan hingga diriku menua bersamanya.

Setelah hari itu, Aku meminta dia untuk terus mencintaiku. Meminta ekpresi cintanya untuk tak lelah menuntunku pada ketaatan pada-Nya, membangunkanku untuk turut dalam tahajjud bersamanya, selalu sabar atas segala kekuranganku, tak henti menasihatiku dalam kebaikan, dan berjanji setia bersamaku dalam menggapa jannah-Nya, hingga diri ini menua. Karena seperti itulah ekspresi cinta yang disyari`atkan oleh Sang Pemilik Cinta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Seberapa Berani Anda Membela Islam"

Judul : Seberapa Berani Anda Membela Islam Penulis : Na’im Yusuf Tebal Buku : 288 Halaman Penerbit : Maghfirah Pustaka Tahun Terbit : 2016 Orang-orang yang beriman harus sadar bahwa kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan akan selalu bertentangan. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang beriman yang menyadari posisinya. Demikianlah juga dengan keteguhan hati, jihad, dan kekuatan jiwa harus dimiliki agar kita sebagai umat Islam bisa melepaskan diri dari konspirasi yang telah dirancang untuk menghancurkan Muslim dan membasmi asas ajaran Islam dari akar-akarnya. Kemuliaan yang sebenarnya, yakni jika keberanian bersemayam dalam diri seorang Muslim, yang mana ia akan menolak kehidupan yang hina, tidak mau dilecehkan dan direndahakn dalam keadaan apa pun. Melalui buku yang berisi 13 karakter pemberani ini, penulis menguraikan dengan rinci mengenai ciri-ciri seorang pemberani, bagaimana agar menjadi pemberani, bentuk-bentuk keberanian, dan tantangan yang harus dihadapi par

Cahaya Hikmah DwiNA

Aku yang harus pergi lebih dulu dari kalian. Doa terbaik mengiringi kepergianku nanti untuk kalian sahabat yang selalu ada untukku. Kalian rekan yang paling mengerti sekaligus kakak yang pandai memperlakukanku penuh cinta. Suatu saat aku akan rindu suasana ini. Suatu pagi aku akan mengenang masa menyambut mentari dalam balutan kasih dan panggilan lembut untuk menghadap-Nya bersama kalian. Keriuhan menjelang keberangkatan kita ke kantor, kebersamaan kita ke kantor, kepulangan kita dari kantor, kelezatan menikmati makan malam yang selalu ala kadarnya yang penting tidak lapar dan bahagia (ini lebay) hingga keautisan kita mengurus diri masing-masing selepas Isya adalah memori yang mungkin akan susah hilang nantinya. Ratih yang ‘gila’ sekali dengan buku dan menghabiskan waktu malamnya di kamar untuk membaca buku atau menonton film kesukaannya, siap-siap saja sepulang dari kantor tidak ada lagi teman yang membersamaimu membeli sayur dan lauk apa yang akan kalian santap untuk makan malam da

Ghirah-Cemburu karena Allah

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena kebertahanannya dalam menjaga muruah pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah atau syaraf (Arab) juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau negara memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi—yang terkenal berpemahaman luas dan berprikemanusiaan tinggi—yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Yawaharlal Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluar dari agama Hindu. Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah atau siri—dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja—tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijaj