Langsung ke konten utama

Resensi Buku "Seberapa Berani Anda Membela Islam"


Judul : Seberapa Berani Anda Membela Islam
Penulis : Na’im Yusuf
Tebal Buku : 288 Halaman
Penerbit : Maghfirah Pustaka
Tahun Terbit : 2016

Orang-orang yang beriman harus sadar bahwa kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan akan selalu bertentangan. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang beriman yang menyadari posisinya.
Demikianlah juga dengan keteguhan hati, jihad, dan kekuatan jiwa harus dimiliki agar kita sebagai umat Islam bisa melepaskan diri dari konspirasi yang telah dirancang untuk menghancurkan Muslim dan membasmi asas ajaran Islam dari akar-akarnya.
Kemuliaan yang sebenarnya, yakni jika keberanian bersemayam dalam diri seorang Muslim, yang mana ia akan menolak kehidupan yang hina, tidak mau dilecehkan dan direndahakn dalam keadaan apa pun.
Melalui buku yang berisi 13 karakter pemberani ini, penulis menguraikan dengan rinci mengenai ciri-ciri seorang pemberani, bagaimana agar menjadi pemberani, bentuk-bentuk keberanian, dan tantangan yang harus dihadapi para pemberani.
Sejarah perjuangan dakwah Nabi Muhammad saw., para nabi lainnya, sahabat Rasul, serta generasi as-Salaf as-Shalih yang diuraikan oleh Na’im Yusuf selaku penulis seolah mengajak kita tamasya sejenak ke zaman ribuan tahun yang lalu menyaksikan bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan kebenaran dan membela Islam untuk meraih ridha Allah SWT. Serangan-serangan yang diledakkan musuh-musuh Islamlah seperti yang terjadi saat ini yang mengharuskan kaum Muslim untuk mengambil teladan dari mereka.
Penggalan ayat Al-Qur’an, Hadist, dan kata-kata hikmahjuga terdapat dalam buku yang sarat hikmah ini sehingga menguatkan uraian-uraian yang dipaparkan dengan harapan pembaca termotivasi untuk istiqamah dalam kebaikan tentunya dalam rangka menjaga Islam dari orang-orang yang sengaja menodainya.
Terbukti, setelah membacanya buku ini pas dibaca untuk kita yang haus akan ilmu, minim teladan, dan pesimis dengan nasib agama Islam di masa mendatang. Dengan membacanya, ghirah umat Islam kembali menyala dalam diri demi terwujudnya kemuliaan agama Islam dan hati yang menghadap kepada Allah SWT.



Komentar

  1. Subhanallah...semuga buku ini mampu membangkitkan keberanian kaum muslim Indonesia, dan menjadikan Indonesia menjadi Negara yang kuat. Sangat menginspirasi

    BalasHapus
  2. Aamiin. Buku yg sangat bagus dan recommended

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cahaya Hikmah DwiNA

Aku yang harus pergi lebih dulu dari kalian. Doa terbaik mengiringi kepergianku nanti untuk kalian sahabat yang selalu ada untukku. Kalian rekan yang paling mengerti sekaligus kakak yang pandai memperlakukanku penuh cinta. Suatu saat aku akan rindu suasana ini. Suatu pagi aku akan mengenang masa menyambut mentari dalam balutan kasih dan panggilan lembut untuk menghadap-Nya bersama kalian. Keriuhan menjelang keberangkatan kita ke kantor, kebersamaan kita ke kantor, kepulangan kita dari kantor, kelezatan menikmati makan malam yang selalu ala kadarnya yang penting tidak lapar dan bahagia (ini lebay) hingga keautisan kita mengurus diri masing-masing selepas Isya adalah memori yang mungkin akan susah hilang nantinya. Ratih yang ‘gila’ sekali dengan buku dan menghabiskan waktu malamnya di kamar untuk membaca buku atau menonton film kesukaannya, siap-siap saja sepulang dari kantor tidak ada lagi teman yang membersamaimu membeli sayur dan lauk apa yang akan kalian santap untuk makan malam da

Ghirah-Cemburu karena Allah

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena kebertahanannya dalam menjaga muruah pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah atau syaraf (Arab) juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau negara memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi—yang terkenal berpemahaman luas dan berprikemanusiaan tinggi—yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Yawaharlal Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluar dari agama Hindu. Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah atau siri—dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja—tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijaj