Langsung ke konten utama

MEMBERI UANG PADA ANAK, BOLEHKAH?

Ayah dan Bunda, mungkin banyak di antara kita yang melakukan kesalahan tanpa sadar ketika mendidik buah hati. Salah satunya adalah mendidik anak mencintai uang atau memberinya uang dengan cara yang sangat mudah tanpa usaha dan lelah. Sehingga ketika dewasa, ia tidak memahami nilai uang tersebut. Ia pun akan menggunakan untuk hal-hal yang tidak penting. Jika uangnya menipis, ia akan mendapatkannya lagi dengan cara apa pun, tidak peduli halal atau haram.
Nah, selain kesalahan di atas, ada juga kesalahan-kesalahan yang mungkin pernah kita lakukan. Misalnya:
1. MEMBERI UANG SAKU HARIAN/MINGGUAN/BULANAN UNTUK ANAK KECIL. Jika telat diberikan, anak akan menagih seakan itu adalah haknya.
2. MEMBERI UANG JIKA ANAK MARAH ATAU SEDIH. Dengan melakukannya, kita seakan-akan membeli kesenangan anak dengan uang.
3. MENERIMA UANG SETIAP KALI ADA SAUDARA YANG BERKUNJUNG. Termasuk budaya angpau yang diberikan saat Hari Raya. Karena menjadi kebiasaan rutin dan tanpa diberi pemahaman, anak akan selalu menantikannya. Bahkan, ada juga yang tanpa malu memintanya.

Sebagian besar uang tersebut digunakan buah hati untuk membeli permen atau jajanan di pinggir jalan yang bisa membahayakan kesehatan. Tapi, efek bahaya tersebut tidak seberapa dibanding dengan bahaya psikologi dan bahaya moral yang akan dialaminya. Di antaranya adalah sebagai berikut:
- BUAH HATI MENJADI TERBIASA MENDAPATKAN UANG SECARA MUDAH TANPA USAHA DAN LELAH. Padahal, sifat dasar manusia adalah gampang membuang sesuatu yang didapatkan dengan mudah. Berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, anak akan cenderung menggunakan uangnya untuk hal yang tidak manfaat. Ia pun dengan cepat menghabiskannya. Jadi, ia sudah terbiasa boros sejak kecil.
- BUAH HATI AKAN MELIHAT UANG SEBAGAI KEHORMATAN. Ia akan menghormati atau menyukai orang-orang yang memberinya uang. Dengan bahasa yag lebih lugas, ia terbiasa menjual harga dirinya sejak kecil demi uang.
- Ketika beranjak dewasa dan sumber pemasukan keuangannya berkurang, tidak menutup kemungkinan ANAK AKAN MENCARI SOLUSI DENGAN CARA MENCURI, entah dari orang tuanya, kakak-kakaknya, atau teman-temannya.

Jadi, ini adalah masalah yang sangat penting. Ayah dan Bunda harus benar-benar bijaksana dan bertindak atas dasar ilmu ketika mendidik buah hati ketika berkaitan dengan uang. Jangan sampai nilai dan kehormatan buah hati Ayah dan Bundda rusak karena pola pendidikan yang salah. Na’udzubillah.

(Diambil dari Buku “Rumahku Madrasah Pertamaku” karya DR. Khalid Ahmad Syantut Halaman 122-123)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Seberapa Berani Anda Membela Islam"

Judul : Seberapa Berani Anda Membela Islam Penulis : Na’im Yusuf Tebal Buku : 288 Halaman Penerbit : Maghfirah Pustaka Tahun Terbit : 2016 Orang-orang yang beriman harus sadar bahwa kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan akan selalu bertentangan. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang beriman yang menyadari posisinya. Demikianlah juga dengan keteguhan hati, jihad, dan kekuatan jiwa harus dimiliki agar kita sebagai umat Islam bisa melepaskan diri dari konspirasi yang telah dirancang untuk menghancurkan Muslim dan membasmi asas ajaran Islam dari akar-akarnya. Kemuliaan yang sebenarnya, yakni jika keberanian bersemayam dalam diri seorang Muslim, yang mana ia akan menolak kehidupan yang hina, tidak mau dilecehkan dan direndahakn dalam keadaan apa pun. Melalui buku yang berisi 13 karakter pemberani ini, penulis menguraikan dengan rinci mengenai ciri-ciri seorang pemberani, bagaimana agar menjadi pemberani, bentuk-bentuk keberanian, dan tantangan yang harus dihadapi par

Ghirah-Cemburu karena Allah

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena kebertahanannya dalam menjaga muruah pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah atau syaraf (Arab) juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau negara memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi—yang terkenal berpemahaman luas dan berprikemanusiaan tinggi—yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Yawaharlal Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluar dari agama Hindu. Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah atau siri—dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja—tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijaj

Cahaya Hikmah DwiNA

Aku yang harus pergi lebih dulu dari kalian. Doa terbaik mengiringi kepergianku nanti untuk kalian sahabat yang selalu ada untukku. Kalian rekan yang paling mengerti sekaligus kakak yang pandai memperlakukanku penuh cinta. Suatu saat aku akan rindu suasana ini. Suatu pagi aku akan mengenang masa menyambut mentari dalam balutan kasih dan panggilan lembut untuk menghadap-Nya bersama kalian. Keriuhan menjelang keberangkatan kita ke kantor, kebersamaan kita ke kantor, kepulangan kita dari kantor, kelezatan menikmati makan malam yang selalu ala kadarnya yang penting tidak lapar dan bahagia (ini lebay) hingga keautisan kita mengurus diri masing-masing selepas Isya adalah memori yang mungkin akan susah hilang nantinya. Ratih yang ‘gila’ sekali dengan buku dan menghabiskan waktu malamnya di kamar untuk membaca buku atau menonton film kesukaannya, siap-siap saja sepulang dari kantor tidak ada lagi teman yang membersamaimu membeli sayur dan lauk apa yang akan kalian santap untuk makan malam da