Aku kenal benar dengan sosoknya.
Sosok pejuang keras tanpa batas. Apa yang dimiliki orang tuanya tak pernah
membuatnya manja dalam mengenyam pendidikan. Dimulai sejak lulus SD beliau
sudah jauh dari orang tuanya. Nyantri di salah satu pondok pesantren yang ada
pusat kota kabupatennya hingga lulus sekolah menengah atas beliau lakukan.
Perjuangannya yang penuh keprihatinan selalu beliau kisahkan pada keempat
anaknya. Aku paham benar, tidak mudah menjadi beliau. Status menjadi anak
bontot bukan menjadi alasannya untuk selalu bermanja-manja dengan mbah kakung
dan mbah putriku. Iya, beliaulah bapakku yang super hebat :D
Hidup prihatin sudah ia jalani
semenjak kecil, sehingga saat mulai berpisah dengan orang tuanya di pondok
beliau sudah terbiasa. Makan dengan apa pun sudah biasa. Selain karena orang
dahulu suka makan dengan sederhana, bapakku ini memang kelewat prihatin.
Bayangkan, beliau menukar beras kiriman dari rumah dengan ‘thiwul’ dengan
alasan agar bisa mendapat porsi yang lebih banyak, sehingga bisa hidup jauh
lebih irit. Berbeda dengan zaman sekarang, harga nasi thiwul malah lebih mahal
ketimbang beras.
Lulus SMA pun beliau melanjutkan
ke tingkat perguruan tinggi yang ada di kabupaten sebelah. Ia rela hanya
memakai sepeda tanpa mesin warisan ayahnya. Setiap pagi pukul lima beliau sudah
rapi dengan baju dan sepeda yang setia menemaninya. Tak peduli penampilan teman
yang lebih oke darinya. Pulang kuliah malam sudah terbiasa baginya. Satu hal
yang selalu beliau torehkan dalam setiap ceritanya “Wong bejo lan ulet luwih
menang tinimbang wong pinter, le, nduk” kalimat itu memang benar dengan apa yang
bapakku alami saat ini, alhamdulillah perjuangan masa-masa sulit ketika
menempuh pendidikan terbayarkan dengan hal yang lebih baik. Love you, bapak.
Engkau sosok hebat di mata kami. Rasa sayangmu pada kami tak ternilai pokoknya.
Selalu sabar menghadapi kami, penuh pengertian, setia, dan sifat baik pun
selalu kau sandang. Cinta dan kasihmu pada ibuk juga kau cerminkan dengan
membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, tak pandang itu pekerjaan
yang seharusnya dikerjakan oleh istri maupun kedua anak perempuanmu. Bapak, tak
salah kau meneladani Rasulullah saw dalam melangkah dan membina keluarga kita.
Semoga Allah selalu menyayangi dan melindungi keluarga kita J Pesanmu kepada kami untuk hidup
sederhana selalu kami ingat.
Komentar
Posting Komentar