Langsung ke konten utama

Selanjutnya ke mana? #1

Terlalu polos. Maapin, yak? 



“Anak-anak, bulan Maret ini kita tamasya ke Jogja, ya?”
seruan guru kelas V membuat kami sontak kaget dan loncat kegirangan. Ya, bagi kami anak kampung, Jogja merupakan sesuatu yang spesial dan yang harus kami datangi. Entah mengapa penantian selama 3 bulan rasanya begitu lama. Hari yang ditunggu tiba juga, senang sekali rasanya, begitu juga denganku dan masku yang kala itu kelas VI juga tak mau kalah dari teman-teman yang lain minta ini itu kepada Ibuk sebagai bekal, walaupun kami sudah beberapa kali pergi ke kota pelajar itu, namun pergi bersama teman-tema merupakan sesuatu yang spesial.
Perjalanan selama 3 jam yang seru membuahkan kedekatan antarakelas V dan VI yang kami isi dengan menyanyi, tidur, bermain tebak-tebakan, hingga mendengarkan cerita seorang guru kami, sebut saja pak Budiman. Pak Budi menceritakan tentang pengalaman beliau ketika mendampingi anak didiknya di SMP melihat salah dua dari mereka ada yang kepergok berduaan, beberapa guru langsung menegur mereka.
“Kalian tahu siapa orang-orang tersebut?”
Mboten, pak” alias tidak tahu.
“Yaaaa.... saat ini mereka sudah menikah dan mempunyai anak yang ada di sini”
“Siapa, siapa, siapa?” bunyi bisik-bisik terdengar sayu mengganggu rasa kantukku.
“Siapa hayo? Mereka bapak ibuknya ****” (sensor)
Tawa anak-anak memenuhi bus “Whahahahahaha....... ternyata”
Tawa kami tiba-tiba dihentikan oleh teriakan seorang anak “Sudah. Aku malu tau”
Sepintas, beberapa kami langsung diam dan mengerti apa maksud dari cerita guru kami itu. Intinya, tidak boleh pacaran! Aku yang kala itu sok tahu dan belum mengerti secara pasti apa itu pacaran langsung senyum-senyum sambil melihat Yuna dan Tia yang duduk di sebelah kanan kiriku.
Singkat cerita, sampailah kami di objek pertama, yaitu Candi Borobudur. Terdapat mitos yang beredar bawa siapa pun yang bisa memegang bagian anggota tubuh dari patung Sidharta yang ada di dalam bangunan candi-candi kecil, maka segala keinginannya akan tercapai. Antara percaya dan tidak, kami berusaha untuk meraihnya, walaupun hal itu belum tentu kebenarannya. Aku dan teman-teman hanya ingin seruan, dan benar salah satu dari kami tidak ada yang bisa meraihnya. Mustahil memang tangan pendek seukuran anak SD bisa memegangnya. Perasaan kecewa sempat kami rasakan yang kemudian hilang karena nasihat guru agama Islam.
"Jangan percaya mitos, bisa-bisa hidup kalian hanya diwarnai oleh mitos-mitos yang membuat kalian enggan berusaha maksimal"
Dari Borobudur kami baranjak ke Keraton Kasultanan Yogyakarta tempat tinggal dan rumah Dinas Sultan Hamengkubuwono (Gubernur DIY). Di sana kami bisa melihat patung-patung yang menyimbolkan upacara-upacara adat yang diadakan oleh keluarga keraton dan warga sekitar setiap tahunnya.
Kebun Binatang Gembira Loka selanjutnya tujuan kami. Miris sekali melihat kondisi hewan di sana. Unta yang kurus lah, Jerapah yang   tinggal patung lah, Kuda Nil yang hanya dua ekor lah. Mengapa bisa demikian? Entahlah, mugkin karena saking menipisnya bantuan dari dalam atau luar negeri, dan kepunahan hewan yang begitu mempengaruhi. Uniknya, setiap aku pergi ke kebun binatang untuk ke sekian kalinya, pasti datang hujan. Cukuplah kami hanya dudu di warung makan yang kala itu tutup diiringi dengan bunyi lapar perut kami. Sangat kecewa dengan hujan, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Museum Dirgantara dengan berat hati.
Rupanya Museu Dirgantara mengobati rasa kecewaku dan teman-teman. Betapa tidak? Di sana pesawat tempur dan perlengkapan perang sebelum kemedekaan ditata rapi dan dideskripsikan secara gambling dan jelas. Pengalaman pertama menaiki pesawat pun aku rasakan di sana, walaupun hanya pesawat berhenti, namun kami tetap bahagia karena diiringi angan-angan menaiki pesawat beneran yang kami bayangkan dan akan dicapai nantinya. Usai sudah perjalanan kami.
Timbul pertanyaan kembali di lubuk hatiku. Akan ke manakah Perjalananku selanjutnya? Jakarta yang ku inginkan. Nyampah, yak? Gapapa deh yang penting aku plong udah nyeritain :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Seberapa Berani Anda Membela Islam"

Judul : Seberapa Berani Anda Membela Islam Penulis : Na’im Yusuf Tebal Buku : 288 Halaman Penerbit : Maghfirah Pustaka Tahun Terbit : 2016 Orang-orang yang beriman harus sadar bahwa kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan akan selalu bertentangan. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang beriman yang menyadari posisinya. Demikianlah juga dengan keteguhan hati, jihad, dan kekuatan jiwa harus dimiliki agar kita sebagai umat Islam bisa melepaskan diri dari konspirasi yang telah dirancang untuk menghancurkan Muslim dan membasmi asas ajaran Islam dari akar-akarnya. Kemuliaan yang sebenarnya, yakni jika keberanian bersemayam dalam diri seorang Muslim, yang mana ia akan menolak kehidupan yang hina, tidak mau dilecehkan dan direndahakn dalam keadaan apa pun. Melalui buku yang berisi 13 karakter pemberani ini, penulis menguraikan dengan rinci mengenai ciri-ciri seorang pemberani, bagaimana agar menjadi pemberani, bentuk-bentuk keberanian, dan tantangan yang harus dihadapi par

Ghirah-Cemburu karena Allah

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena kebertahanannya dalam menjaga muruah pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah atau syaraf (Arab) juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau negara memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi—yang terkenal berpemahaman luas dan berprikemanusiaan tinggi—yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Yawaharlal Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluar dari agama Hindu. Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah atau siri—dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja—tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijaj

Cahaya Hikmah DwiNA

Aku yang harus pergi lebih dulu dari kalian. Doa terbaik mengiringi kepergianku nanti untuk kalian sahabat yang selalu ada untukku. Kalian rekan yang paling mengerti sekaligus kakak yang pandai memperlakukanku penuh cinta. Suatu saat aku akan rindu suasana ini. Suatu pagi aku akan mengenang masa menyambut mentari dalam balutan kasih dan panggilan lembut untuk menghadap-Nya bersama kalian. Keriuhan menjelang keberangkatan kita ke kantor, kebersamaan kita ke kantor, kepulangan kita dari kantor, kelezatan menikmati makan malam yang selalu ala kadarnya yang penting tidak lapar dan bahagia (ini lebay) hingga keautisan kita mengurus diri masing-masing selepas Isya adalah memori yang mungkin akan susah hilang nantinya. Ratih yang ‘gila’ sekali dengan buku dan menghabiskan waktu malamnya di kamar untuk membaca buku atau menonton film kesukaannya, siap-siap saja sepulang dari kantor tidak ada lagi teman yang membersamaimu membeli sayur dan lauk apa yang akan kalian santap untuk makan malam da