Langsung ke konten utama

Untukku? Menarik, tapi ....

Saya senang kuliah di Arab.........! Bukan di negaranya, tapi program studinya! Yah, ini bukan omong kosong, tapi fakta, men..... Banyak orang di luar sana yang memandang rendah jurusan yang katanya identik dengan agama Islam ini. Bukannya ga ridho direndahkan, tapi kenapa mereka harus berpandangan sempit seperti itu? (mungkin mereka belum tahu secara meluas kali, ya?)
“Kalo pengen belajar bahasa kenapa harus kuliah? Kursus lebih efisien”
 Ya, kalimat yang tertulis di dinding ruang kuliah Telaah Bahasa Arab V itu pernah saya jumpai. Tulisan itu tak sedikit pun menyinggung perasaan saya, sedikit menyentil si iya (hehe).  Masa bodoh mereka mau komentar apa pun, toh saya enjoy ini masuk Sastra Arab. Betapa tidak? Dengan masuk Sastra Arab peluang belajar sejarah dan kebudayaan slam yang dikemas dalam mata kuliah Ikhtisar Sejarah Kebudayaan Arab (ISKA) yang menceritakan tentang awal mula Islam sejak masa kerasulan hingga dinasti Abbasiya mengisi kekosongan otak saya yang masih awam tentang hal itu. Di semestrer dua, kami (mahasiswa sastra Arab) belajar Sejarah Asia Barat Modern (SABM) yang menjelaskan tentang perkembangan penyebaran agama Islam di negara-negar bagian Arab. Negara Arab tidak hanya Arab Saudi, melainkan terdiri dari 22 negara yang meliputi: Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yaman, Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Kuwait, Aljazair, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, Somalia, Palestina, Djibouti, dan Komoro.  Perkembangan Islam di Indonesia (SPII) pun kami pelajari agar kami tak lupa daratan.  Ketika kami belajar sejarah agama Islam di negara lain, mengapa perkembangan Islam di negara sendiri tidak kami pelajari?  Disusul dengan Sejarah Masyarakat Arab (SMA) di semester empat. Mata kuliah ini mengkaji tentang sejarah masyarakat Arab sejak masa pra Islam hingga jatuhnya Islam di Romawi Timur (Konstantinopel). Tidak hanya itu, Pranata Arab yang menuntut kami untuk memahami tentang sistem adat, politik, dan kebudayaan dari beberapa negara Arab yang menambah wawasan kami tentang bagaimana orang Timur Tengah menjalani kehidupannya pun kami pelajari. Masa iya si, ketika kita belajar di Sastra Arab tapi ga ngerti apa pun tentang Arab?
Eits,.... tiba-tiba udah ngelantur ngomongin mata kuliah di jurusan... hehe. Lanjut, ya curhatannya J transfer bahasa yak jadi bahasa santai.... kaku nih pake bahasa kayak sebelumnya. Singkatnya, awal mula masuk kuliah, rasa deg-degan pun aku rasakan, bukan karena malu ke orang lain karena jurusan yang telah aku ambil, tapi karena keawamanku mengenai Bahasa Arab. Gimana, ga? Lulusan SMA umum pastilah belum bisa Bahasa Arab, kecuali bagi mereka yang di Pesantren.
“Buk, pak, minta doa restunya, ya? Hari ini hari pertama aku belajar bahasa Arab yang notabene aku belum bisa apa-apa, mudah-mudahan ke depannya lancar dan selalu mendapat kemudahan dari Allah swt. Karena ridho Allah ridho orang tua”. Kalimat itu aku ungkapakan melalui telepon.
“Iya, nak bapak dan ibuk selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak bapak dan ibuk. Tidak usah takut, yakinlah pasti kamu bisa mengikuti dengan baik. Untuk masalah Bahasa Arab, tidak usah khawatir, toh di kampus kamu kan benar-benar diajari dari awal”.
Semangat yang menggebu-gebu dari kedua orang yang aku sayangi itu membuatku lebih yakin dan pede, walaupun sebelumnya bapak begitu khawatir dengan keputusanku karena beliau paham benar bahwa bahasa Arab cukup rumit untuk dipelajari. Beliau akhirnya yakin, bahwa anak keduanya ini benar-benar menginginkannya. Yakin, karena dalam bukunya, Hasan al-Bana pernah berkata “Bersungguh-sungguhlah untuk bisa dan berbicara dalam bahasa arab dengan fasih”. Sebagai umat Islam, hendaklah kita memahami isi dari al-qur’an yang merupakan pedoman hidup. Dengan begitu, aku akan lebih mudah dalam memahami arti dari setiap kata dalam Al-Qur’an. Keunikan budaya dan Politik di Arab juga menjadi daya tarik tersendiri. Alasan-alasan di ataslah yang membuatku ingin belajar Arab di tingkat perguruan tinggi seperti saat ini. Namun, saat itu saya masih ragu untuk mengambil jurusan Sastra Arab, karena tidak memiliki basic bahasa arab sama sekali dan takut dengan perkataan orang. “Tidak usah minder dengan perkataan orang, yang penting kamu buktikan pada mereka bahwa jurusan yang kamu pilih adalah baik” Ibu juga mengatakan bahwa jika mau untuk belajar bahasa Arab, maka akan mendapatkan dua-duanya, dunia dapat...  In syaAllah akhirat juga dapat dan semua ini aku jalani karena Ridho Allah SWT. Aku bersyukur memiliki orang tua yang membebaskan pilihan untuk anak-anaknya selagi apa yang dpilihnya itu tidak salah arah. Syukran lakumaa abiy, ummiy J
Alhamdulillah, mata kuliah Kemampuan Bahasa Arab (KBA) benar-benar diajarkan dari dasar banget, beruntung bagi kami yang sebagian besar berasal dari sekolah umum dan belum mengenal bahasa Arab. KBA dibagi menjadi empat bagian yang dikemas sedemikian rupa, yaitu membaca, menulis, mendengarkan, berbicara yang diajarkan oleh bapak dan ibu dosen yang berkompeten. Mata kuliah linguistik pun memudahkan kami dalam memahami bahasa para nabi tersebut, yaitu nahwu sharaf atau yang dikenal dengan gramatika.
Dengan mengenal sastra dan para sastrawan Arab, seperti Umru’ul Qa’is  pada zaman Jahiliyyah juga membuatku tahu bahwa para sastrawan jahiliyyah begitu pandai dalam merangkai kata yang berpola unik dan menambah keindahan bahasa Arab tersendiri. Sastra Jahiliyyah hingga modern dikupas dengan tuntas.
Setelah berpanjang kali lebar, dengan bahasa yang amatir aku menulis, hanya satu pesan yang ingin aku sampaikan bahwa masuk jurusan sastra bukanlah jalan yang salah. Kalau tidak ada lagi generasi yang ingin belajar di sastra, lantas siapa kelak yang akan menjadi sastrawan di negara kita tercinta ini? Tidak hanya menjadi sastrawan, transleter, enterpreteur, menjadi diplomat, bekerja di kemenlu,  ahli bahasa pun bisa dilakoni. Biarlah orang di luar sana beranggapan bahwa lapangan kerja bagi sarjana sastra itu sempit. Tugas kita hanyalah membuktikan bahwa anggapan mereka belum benar, dan saatnya kita mengubah mindset mereka.
Sedikit cerita lagi, sewaktu aku menunggu stand bedah kampus, ada beberapa anak kelas XII SMA yang mengeluh ketika mereka ingin memasuki Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) yang di dalamnya terdapat 12 jurusan sastra, namun mereka dilarang oleh orang tuanya yang masih kolot bahwa lulusan FIB sulit mencari pekerjaan. Selanjutnya, aku jelasin kepada mereka lapangan kerja apa saja yang memungkinkan untuk kami. Selain itu, masalah nasib dan usaha kitalah yang menentukan. Allah menyayangi Hamba-hamba-Nya yang mau berusaha. Wallahua’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Seberapa Berani Anda Membela Islam"

Judul : Seberapa Berani Anda Membela Islam Penulis : Na’im Yusuf Tebal Buku : 288 Halaman Penerbit : Maghfirah Pustaka Tahun Terbit : 2016 Orang-orang yang beriman harus sadar bahwa kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan akan selalu bertentangan. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang beriman yang menyadari posisinya. Demikianlah juga dengan keteguhan hati, jihad, dan kekuatan jiwa harus dimiliki agar kita sebagai umat Islam bisa melepaskan diri dari konspirasi yang telah dirancang untuk menghancurkan Muslim dan membasmi asas ajaran Islam dari akar-akarnya. Kemuliaan yang sebenarnya, yakni jika keberanian bersemayam dalam diri seorang Muslim, yang mana ia akan menolak kehidupan yang hina, tidak mau dilecehkan dan direndahakn dalam keadaan apa pun. Melalui buku yang berisi 13 karakter pemberani ini, penulis menguraikan dengan rinci mengenai ciri-ciri seorang pemberani, bagaimana agar menjadi pemberani, bentuk-bentuk keberanian, dan tantangan yang harus dihadapi par

Ghirah-Cemburu karena Allah

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena kebertahanannya dalam menjaga muruah pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah atau syaraf (Arab) juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau negara memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi—yang terkenal berpemahaman luas dan berprikemanusiaan tinggi—yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Yawaharlal Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluar dari agama Hindu. Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah atau siri—dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja—tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijaj

Cahaya Hikmah DwiNA

Aku yang harus pergi lebih dulu dari kalian. Doa terbaik mengiringi kepergianku nanti untuk kalian sahabat yang selalu ada untukku. Kalian rekan yang paling mengerti sekaligus kakak yang pandai memperlakukanku penuh cinta. Suatu saat aku akan rindu suasana ini. Suatu pagi aku akan mengenang masa menyambut mentari dalam balutan kasih dan panggilan lembut untuk menghadap-Nya bersama kalian. Keriuhan menjelang keberangkatan kita ke kantor, kebersamaan kita ke kantor, kepulangan kita dari kantor, kelezatan menikmati makan malam yang selalu ala kadarnya yang penting tidak lapar dan bahagia (ini lebay) hingga keautisan kita mengurus diri masing-masing selepas Isya adalah memori yang mungkin akan susah hilang nantinya. Ratih yang ‘gila’ sekali dengan buku dan menghabiskan waktu malamnya di kamar untuk membaca buku atau menonton film kesukaannya, siap-siap saja sepulang dari kantor tidak ada lagi teman yang membersamaimu membeli sayur dan lauk apa yang akan kalian santap untuk makan malam da