Langsung ke konten utama

Jejak-Jejak Cinta

Ketidakharmonisan kehidupan rumah tangga sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari karena beberapa hal. Masalah yang paling mendasar adalah krisis akhlak dalam diri setiap pasangan yang memengaruhi cara mereka berkomunikasi dan menjalani peran sebagai suami atau istri sebagaimana mestinya. Searah atau tidaknya tujuan awal menikah juga nantinya akan memengaruhi kebahagiaan rumah tangga.
Padahal, kata orang menanti jodoh adalah seperti menanti sebuah angkutan umum yang belum jelas kapan tibanya dan bagaimana kondisinya. Demikianlah dalam cinta dan pernikahan. Mungkin tak pernah ada lelaki atau perempuan sempurna yang hadir dalam hidup kita. Semua serba penuh dengan kekurangan. Namun, selama arahnya sama dengan yang kita tuju, lebih pantas untuk kita nikahi daripada menikahi orang yang tampak sempurna tetapi kenyataannya membawa kita pada arah yang salah. Apa yang menjadi kekurangannya biarlah kita perbaiki bersama sepanjang perjalanan cinta dan pernikahan kita. Kelak yang membahagiakan kita, manakala cinta menepikan kita pada dermaga yang kita tuju.
Mesin utama pernikahan adalah imam dan makmum, yakni manakala laki-laki mampu menjalankan fungsi sebagai imam dengan baik dan perempuan bersedia menjadi makmum yang baik. Menariknya, mesin ini juga menguras perasaan layaknya imam yang harus tenggang rasa terhadap makmumnya saat memimpin shalat berjamaah dengan tidak memaksakan membaca bacaan yang panjang saat melihat makmumnya kepayahan. Demikian imam dalam keluarga, ia tak bisa pergi sendirian tanpa tenggang rasa dengan mereka yang dipimpinnya hingga tercapai tujuan awalnya, yakni menggapai cinta sesuai apa yang dikehendaki oleh Sang Maha Pemilik Cinta.
Semua yang terangkum di atas adalah inti dari buku Jejak-Jejak Cinta karya Tony Raharjo ini yang merupakan rangkuman dari materi-materi dan tanya jawab yang disampaikan oleh penulis dalam acara Inspirasi Keluarga di Radio MQFM yang penulis asuh. Melalui untaian kata yang mengalir dan indah, dibatasi oleh bab-bab untuk membedakan tema, penulis berbagi kepada setiap kita yang ingin hidup dengan cinta yang membaikkan di hadapan-Nya; yang ingin membangun bahtera rumah tangga dan masih khawatir akan kerikil-kerikil tajam yang nantinya mungkin akan ditemui; yang ingin rumah tangga yang telah dijalani berlanjut ke surga; dan yang ingin buah hati mereka tumbuh menjadi pribadi penuh cinta—cinta terhadap Allah dan rasul, Islam, dan orang tua—dengan harapan setiap kita selalu mendapatkan cinta-Nya.

*****Ayo, segera miliki bukunya di toko buku favorit anda :)
Bagi yang penasaran dengan sinopsis di bagian sampul belakang, bisa lanjut membaca postingan saya di bawah ini
:

Bagi setiap lelaki yang menjadi seorang ayah, adzan adalah jejak cinta yang pertama kali ia goreskan bagi hati dan jiwa anaknya. Semakin bertumbuh sesosok manusia, semakin banyak jejak cinta yang tertoreh dan ditorehkan dalam hidupnya—termasuk saat seseorang menanti pendamping dan menjalani kehidupan berumah tangga yang berhias kematangan cinta.
Jejak cinta dalam episode-episode hidup manusia tersebut akan dibahas dalam buku ini beserta tips-tips menghadapi tragedi-tragedi di dalamnya. Kisah yang menginspirasi dari Rasulullah saw., sahabat, dan tokoh-tokoh lainnya juga melengkapi wawasan kita tentang bagaimana semestinya kita menumbuhkan cinta, memilah dan memilih, dan menyadari cinta yang berawal dari kebaikan dan berujung pada kesetiaan, baik kepada pasangan, orang tua, maupun anak nantinya.
Jejak-jejak Cinta memang layak dibaca oleh setiap jiwa yang terikat pada cinta dan berusaha mengikuti jalan cinta-Nya menuju arah yang baik sesuai apa yang dikehendaki oleh Sang Maha Pemberi Cinta.
Selamat membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Seberapa Berani Anda Membela Islam"

Judul : Seberapa Berani Anda Membela Islam Penulis : Na’im Yusuf Tebal Buku : 288 Halaman Penerbit : Maghfirah Pustaka Tahun Terbit : 2016 Orang-orang yang beriman harus sadar bahwa kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan akan selalu bertentangan. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang beriman yang menyadari posisinya. Demikianlah juga dengan keteguhan hati, jihad, dan kekuatan jiwa harus dimiliki agar kita sebagai umat Islam bisa melepaskan diri dari konspirasi yang telah dirancang untuk menghancurkan Muslim dan membasmi asas ajaran Islam dari akar-akarnya. Kemuliaan yang sebenarnya, yakni jika keberanian bersemayam dalam diri seorang Muslim, yang mana ia akan menolak kehidupan yang hina, tidak mau dilecehkan dan direndahakn dalam keadaan apa pun. Melalui buku yang berisi 13 karakter pemberani ini, penulis menguraikan dengan rinci mengenai ciri-ciri seorang pemberani, bagaimana agar menjadi pemberani, bentuk-bentuk keberanian, dan tantangan yang harus dihadapi par

Ghirah-Cemburu karena Allah

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena kebertahanannya dalam menjaga muruah pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah atau syaraf (Arab) juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau negara memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi—yang terkenal berpemahaman luas dan berprikemanusiaan tinggi—yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Yawaharlal Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluar dari agama Hindu. Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabimu, dan kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu. Jika ghirah atau siri—dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja—tidak dimiliki lagi oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijaj

Cahaya Hikmah DwiNA

Aku yang harus pergi lebih dulu dari kalian. Doa terbaik mengiringi kepergianku nanti untuk kalian sahabat yang selalu ada untukku. Kalian rekan yang paling mengerti sekaligus kakak yang pandai memperlakukanku penuh cinta. Suatu saat aku akan rindu suasana ini. Suatu pagi aku akan mengenang masa menyambut mentari dalam balutan kasih dan panggilan lembut untuk menghadap-Nya bersama kalian. Keriuhan menjelang keberangkatan kita ke kantor, kebersamaan kita ke kantor, kepulangan kita dari kantor, kelezatan menikmati makan malam yang selalu ala kadarnya yang penting tidak lapar dan bahagia (ini lebay) hingga keautisan kita mengurus diri masing-masing selepas Isya adalah memori yang mungkin akan susah hilang nantinya. Ratih yang ‘gila’ sekali dengan buku dan menghabiskan waktu malamnya di kamar untuk membaca buku atau menonton film kesukaannya, siap-siap saja sepulang dari kantor tidak ada lagi teman yang membersamaimu membeli sayur dan lauk apa yang akan kalian santap untuk makan malam da